Senin, 18 Februari 2008

NGALAP BERKAH KYAI SLAMET

NGALAP BERKAH KYAI SLAMET: KAJIAN FENOMENOLOGI MEMOHON KEBERKAHAN MELALUI FECES KERBAU BULE KYAI SLAMET PADA RITUAL MALAM SATU SURA

Oleh : Permana Adhi Panggayuh Wahyu Hidayat
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
2008

Culture is formed from behaviors of ancestors and with time the behaviors became a prevailing custom in social life of a society, so that the custom becomes a unique characteristic of an Island. Surakarta has a tradition, namely, kirab satu Sura, namely, a procession of Kasunanan Palace servants who are bringing the Palace’s heirlooms and a group of white buffalos that are called as Kerbau Bule Kyai Slamet. Most Surakarta peoples consider that someone who can get feces of white buffalos ‘Kyai Slamet’ in the night of first day of Sura Month, so Surakarta peoples will get protections and fortunes. Author is interested with the prevailing phenomenon, so the research titled “Ngalap Berkah Kyai Slamet: Phenomenological Review of Beseeching a Blessing via Feces of White Buffalos “Kyai Slamet” in Ritual of The First Day of Sura Month.
Kirab pusaka ini bersifat sakral suci atau ritus pusaka-pusaka yang dikirabkan adalah berpredikat “Kanjeng Kyai” artinya dipercaya memiliki daya prabawa, ampuh, magis. Dengan kekuatan daya prabawa yang tinggi itu bisa memancarkan daya “keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan” kepercayaan akan pusaka-pusaka yang memiliki daya magis tinggi itu merupakan manisfestasi “kebudayaan keraton” yang disebut “Uwoh pangolahing budi” atau “pamesu budi” yang selalu berhubungan dengan Yang Maha Ghaib atau Tuhan Yang Maha Esa. Ciri khas adat keraton yakni selalu berhubungan dengan kepercayaan dan mengenal adanya pepundhen salah satu diantaranya yakni pusaka keraton. (http://www.jawatengah.co.id, 2006)
Makna atau intisari kirab pusaka adalah penyebaran “daya magis” pusaka-pusaka yang dikirabkan untuk keselamatan dan kesejahteraan Kirab pusaka sebagai tatacara adat pada malam menjelang Sura tahun baru Jawa, intinya bukan pameran senjata kuno, akan tetapi cara memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa akan rahmatnya agar daya magis pusaka-pusaka yang dikirabkan tadi membawa keselamatan, kesejahteraan dan berkah bagi Keraton Surakarta, bangsa dan negara Indonesia seisinya. (http://www.jawatengah.co.id, 2006)
Selain benda-benda pusaka yang ikut dalam kirab tersebut ada juga arak-arakan sekelompok kerbau bule yang sering disebut dengan kerbau bule Kyai Slamet. Kirab 1 Sura tahun ini, keraton mengeluarkan sembilan ekor kerbau bule Kyai Slamet yang dulu menjadi klangenan (binatang peliharaan) Paku Buwono X. Selain itu, juga dikirab 10 pusaka keraton berupa tombak. Tombak yang dibawa abdi dalem keraton ini dibungkus dengan kain berwarna biru yang dipayungi (Http://www.Jawatengah.co.id, 2006).
Ngalap berkah atau mencari berkah, berarti mencari kebaikan atau manfaat melalui sesuatu yang diduga banyak memiliki berkah. Ngalap berkah adalah mencari adanya kebaikan Ilahi secara tetap pada sesuatu (http://media.isnet.org, 2006).
Kerbau bule Kyai Slamet hidup Keraton sejak zaman Sinuhun Paku Buwono II yang merupakan hadiah dari Bupati Ponorogo. “Besuk, pusakamu Kyai Slamet bakal direksa dening pamomong kebo sakjodo” (Besok,pusakamu Kyai slamet akan dirawat kerbau sepasang).Begitu wangsit (Ilham) yang diterima Sinuhun Paku Buwono II seperti yang diceritakan Yosodipura. (http://www.suaramerdeka.com,2006).
Malam satu Sura adalah malam menjelang pergantian tahun Jawa tepatnya pada tanggal 1 Be kalender Jawa, bertepatan dengan tahun baru hijriah yang jatuh tanggal 1 Muhharam. Menurut pandangan para masyarakat Jawa pada malam Satu Sura merupakan malam yang Sakral atau suci. (Http:\\zam.web.ugm.ac.id,2005)
Tujuan Penelitian adalah Mengetahui hal-hal yang mendasari fenomena-fenomena yang terjadi pada ritual malam Satu Sura dan Gejala psikologis sosial yang muncul pada pelaku kepercayaan ngalap berkah Kyai Slamet.
Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi mengenai fenomenologi ngalap berkah kyai slamet pada masyarakat dan sebagai kajian sosial budaya bagi ilmu pengetahuan.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi. Menurut Moustakas (1994) ada berapa proses inti (core process) dalam penelitian fenomenologi yakni: 1) epoche adalah “Menyingkirkan” prasangka. 2) phenomenological reduction yang meliputi bracketing yakni mengesampingkan hal-hal lain sehingga seluruh proses penelitian berasal dari topik dan pertanyaan dan horizonalizing yakni setiap pernyataan diperlakukan memiliki nilai yang sama, selanjutnya pernyataan yang tisdak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif dan tumpang tindih dihilangkan, sehingga tersisa horizon atau arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon (konsep) yang tidak mengalami penyimpangan.
3) Imaginative Variation yakni bertujuan untuk mencapai deskripsi struktural dari pengalaman, faktor-faktor yang mendasar dan mempengaruhi apa yang telah dialami. 4) Synthesis of meaning dan essences yakni Integrasi Fundamental dari deskripsi tekstural dan struktural menjadi satu pernyataan sebagai esensi pengalaman dari phenomenon (konsep) secara keseluruhan.
Metode Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Wawancara, Observasi dan Dokumentasi.
Metode analisis data yang digunakan adalah triangulasi yaitu suatu analisis data yang merupakan metode kombinasi dari berbagai malcam alat ukur dengan banyak sumber data sehingga mampu memahami representasi fenomena sosial dan konstruksi psikologis yang senantiasa bersifat dinamis.
Pengambilan subjek dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yakni menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal (Arikunto, 2002). dan menggunakan metode snowball sampling yaitu dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada subjek yang telah diwawancarai atau telah dihubungi sebelumnya Poerwandari, 1998). Kriteria subjek adalah 1) mengetahui adanya kepercayaan memohon keberkahan Kyai Slamet pada malam satu. 2) percaya dan pernah melakukan ritual kepercayaan memohon keberkahan melalui feces kerbau bule Kyai Slamet pada malam Satu Sura. 3) pernah mengikuti ritual malam Satu Sura. 4) telah dewasa dengan kategori usia minimal dari usia 20 tahun keatas.
Hasil penelitian ini, diketahui bahwa subjek melakukan perilaku ngalap berkah Kyai Slamet berawal dari keyakinan dari dalam diri individu subjek bahwa sesuatu memiliki kekuatan, dan berkeyakinan bahwa kerbau bule Kyai Slamet merupakan Kerbau yang sakral dan disimbolkan sebagai pembawa keselamatan sehingga memiliki daya prabawa (magis) yang akan memberikan aura kepada sekitar. Keyakinan ini berupa kepercayaan bahwa barang siapa yang mendapatkan Feces kerbau bule Kyai Slamet pada malam Satu Sura akan mendapatkan keselamatan dan ditambahnya rezeki (berkah). Setelah tertanam keyakinan tersebut, kemudian ada penilaian terhadap keyaninan tersebut dengan melihat pengalaman orang lain yang merasakan efek positif yang muncul setelah mendapatkan feces kerbau bule Kyai Slamet. Kedua faktor tersebut yang ada dalam diri subjek maka subjek melakukan sikap yakni modelling terhadap keyakianan tersebut.
Selain faktor Internal juga muncul faktor-faktor eksternal yakni adanya tokoh panutan sebagai pedoman berperilaku, tokoh-tokoh panutan tersebut yaitu nenek moyang, orang tua, teman sebaya (peer group) serta pelaku-pelaku ngalap berkah lainnya, sehingga muncul motivasi untuk mengikuti tokoh panutan yakni berkeinginan merasakan pengalaman yang dirasakan oleh orang lain dan keinginan untuk membuktikan informasi yang beredar di masyarakat. Kedua faktor tersebut tergolong dalam norma subjektif yaitu adat-istiadat yang ada dalam lingkungan sekitar.
Kedua faktor internal dan faktor eksternal, didukung adanya intensi berperilaku (niat) akan tetapi hal ini dipengaruhi oleh kendala yang ada yakni adanya ajaran agama yang melarang berperilaku tersebut. Dari faktor pendorong tersebut diatas maka terbentuklah perilaku ngalap berkah Kyai Slamet yakni 1). Mengikuti ritual Kirab malam Satu Sura. 2). Berebut Feces Kerbau Bule Kyai Slamet. 3). Melakukan Prosesi Ngalap berkah Kyai Slamet (Azimat).

PEMBAHASAN
Sejarah kirab malam Satu Sura terbentuk ketika kerajaan Demak pada masa itu mengalami bencana (pageblug), banyak orang yang ketika paginya sakit, sorenya meninggal dan ketika sakit pada sore hari, malamnya meninggal, dan begitu terus maka pada pemerintahan sultan Fatah mengadakan pertemuan antara para Wali dan pakar-pakar dari majapahit yang telah bergabung dengan Demak dan menghasilkan suatu kegiatan atau ritual Wilujengan Nagari atau Ritual Keselamatan Negara dengan tujuan memohon kepada Tuhan agar diberi keselamatan pada bangsa dan negara.
Kirab malam Satu Sura merupakan arak-arakan senjata-senjata atau pusaka kasuhunan Surakarta, dengan adanya kirab malam Satu Sura maka masyarakat memohon kepada Tuhan agar tetap diberikan aura terus dengan maksud untuk meyelamatkan negara, dan menggunakan senjata itu hanya karena Tuhan dengan tujuan agar dapat menjalankan segala perintahNya (beribadah). Hal ini merupakan bentuk kepercyaan yang disebut Fetihisme, yaitu kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu (Azimat) dan juga menurut artikel di http://www.jawatengah.co.id (2006) menyatakan kirab pusaka kraton malam Satu Sura berupa pawai atau arak-arakan beberapa pusaka keraton Surakarta Hadiningrat yang memiliki daya magis atau daya prabawa yang dipercaya mengandung daya ampuh, kasaktian dan kirab malam Satu Sura ini bersifat sakral suci atau ritus pusaka-pusaka yang dikirabkan adalah berpredikat “Kanjeng Kyai” artinya dipercaya memiliki daya prabawa, ampuh, magis. Dengan kekuatan daya prabawa yang tinggi itu bisa memancarkan daya “keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan” kepercayaan akan pusaka-pusaka yang memiliki daya magis tinggi itu merupakan manisfestasi “kebudayaan keraton” yang disebut “Uwoh pangolahing budi” atau “pamesu budi” yang selalu berhubungan dengan yang Maha Ghaib atau Tuhan Yang Maha Esa.
Subjek percaya Kerbau bule Kyai Slamet adalah jelmaan dari Kyai yang sakti dari keraton Surakarta karena subjek beranggapan bahwa karena kerbau bule Kyai Slamet tersebut makanannya seperti makanan yang biasa diminum manusia. Hal ini sesuai dengan bentuk kepercayaan Prae-animisme/Dynamisme, yaitu kepecayaan pada kekuatan ghaib atau sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa. Selain itu adanya kepercayaan Totenisme, yaitu bentuk kepercayaan yang dianut kelompok kekerabatan yang unilinieal. Disini kepercayaan dimana mereka percaya bahwa nenek moyangnya saling berhubungan kerabat. Totem adalah lambang yang sejenis binatang, tumbuhan, gejala alam, atau benda yang melambangkan nenek moyangnya tersebut. (Sujarwa, 1999)
Faktor eksternal pendorong subjek melakukan ritual ngalap berkah Kyai Slamet yakni berasal dari teman sebaya atau peer group, yang mempengaruhi dan mengajak untuk mengikuti kirab malam Satu Sura dengan mempengaruhi bahwa barang siapa yang bisa mendapatkan feces kerbau bule ketika malam Satu Sura maka akan ditambahkan kesejahteraanya (keberkahan) dan akhirnya subjek bertanya kepada orang lain lagi mengenai kirab malam Satu Sura dan ngalap berkah Kyai Slamet sehingga mengikuti kegiatan malam Satu Sura dan berebutan kotoran kerbau bule Kyai Slamet.
Tujuan internal dari para pelaku masyarakat yang mengiukuti kirab malam Satu Sura merupakan wujud manifestasi emosional yang berlebihan yang mengharapkan bertemu dengan sosok seorang raja yang sangat dibatasi oleh birokrasi yang ada, sehingga wujud tersebut muncul dengan perilaku-perilaku ngalap berkah, hal ini dianalogikan dengan orang muslim yang datang ke Mekah dengan berusaha mencium hajar aswad sebagai bukti ingin betemu dengan Allah, dan hal ini pula dapat di analogikan dengan masyarakat yang berusaha memegang kerbau bule yang notabenenenya hewan peliharaan sang raja, dan berusaha mendapatkan kotoran kerbau bule Kyai slamet itu. Dengan kata lain tidak dapat bertemu dengan raja bertemu atau memegang hewan kesayangan raja maka beranggapan telah bertemu dengan Raja yang berkuasa dan memiliki legitimasi yang besar serta dianggap orang yang dekat dengan Tuhan, maka dengan mendapatkan bagian dari kesayangan sang Raja maka beranggapan dirinya merasa aman dan selamat dalam hidupnya. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Manunggaling Kawula Lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir, yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap Gustinya. (http://orangedotcom.blogspot.com, 2007).
Manfaat yang dirasakan subjek setelah mendapatkan kotoran kerbau bule Kyai Slamet yakni dapat mendirikan rumah untuk anak-anaknya, subjek merasa hal itu akibat subjek mendapatkan kotoran kerbau bule Kyai Slamet sehingga hidupnya berlimpah harta dan dimudahkan segala urusannya dibandingkan dengan kehidupan sekarang subjek merasa lebih baik dari kehidupan yang dahulu ketika mengikuti malam Satu Sura dan mendapatkan kotoran kerbau bule Kyai Slamet. Subjek merasakan ada perubahan setelah mendapatkan feces kerbau bule Kyai Slamet yakni salah satunya dapat mendirikan rumah sederhana dan merasa keluarganya sejahtera dan persawahannya jarang terkena hama. Hal ini disebut Ngalap berkah atau mencari berkah, berarti mencari kebaikan atau manfaat melalui sesuatu yang diduga banyak memiliki berkah (http://media.isnet.org, 2006). sehingga dalam diri subjek muncul keyakinan bahwa semua itu benar, hal ini sependapat dengan Kautsar Azhari Noer dalam http://yanuar.kutakutik.or.id yang menyatakan Kepercayaan adalah suatu "ikatan" yang diikat dengan kuat dalam kalbu atau pikiran, sebuah keyakinan bahwa sesuatu adalah benar.
Subjek menggunakan kotoran kerbau bule Kyai Slamet untuk pupuk di sawahnya, dan sebagian lagian dibungkus sebagai azimat dimasukan ke dalam Laci tempat menyimpan uang dagangannya dengan harapan agar sawahnya subur dan dagangannya bertambah laris. Hal ini merupakan wujud bentuk kepercayaan yang disebut dengan Fetihisme, yaitu kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu (Azimat). (Sujarwa,1999). Dan menurut Waidi dalam www.waidinlp.com (2006) Jimat adalah simbol (benda) atau kata-kata (mantra) sebagai pemicu sukses.
Doa atau mantra yang diguanakan ketika akan menanamnya yakni dengan doa atau mantra: Ninik Tenguk, Kaki Tenguk sing ngrumekso oro-oro ombo nyuwun pangestunipun supoyo tandur kula diparingi lemu, parine sing awos, ora dipangan homo, lan paringono barokah” dan ketika akan panen doa dan mantranya adalah : “ Ninik tenguk, Kaki Tenguk sing ngrumekso oro-oro ombo sabinku mriki, pariku wes tuwa arep tak gowo neng gedhung petheng, pari sing gabuk isinono, pari sing lemu tambahana lan paringono barokah” juga sebagai berikut ‘duh gusti paringono subur sawahku, akeh hasile lan berkahi’. Menurut Waidi dalam www.waidinlp.com (2006) menyatakan Banyak orang percaya bahwa dengan mantra menjadi lebih percaya diri. Lepas apakah yang bersangkutan mengerti isi mantranya atau tidak, berbahasa sendiri atau bahasa asing, yang jelas ia akan melakukanya secara periodik dengan motif sangat kuat: ingin sukses. Maka dengan memenggunakan mantra akan muncul suatu kepercayaan diri untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, sehingga dengan mantra merupakan sebuah faktor pemicu agar rasa percaya diri dalam individu subjek tumbuh.
Perilaku ngalap berkah Kyai Slamet merupakan suatu hasil dari proses persepsi dan terwujud dalam perilaku atribusi. Persepsi yang muncul pada pelaku Ngalap berkah Kyai Slamet, adalah: Raja adalah orang yang Luar Biasa, Raja merupakan orang yang paling dekat dengan Dewa (Tuhan), Keinginan Manunggaling Kawula Lan Gusti (Menjadi satu dengan Tuhan / dekat dengan Tuhan). Semakin dekat dengan Raja maka dekat pula dengan Tuhan, Kerbau bule yang disimbolkan dengan Raja, maka sesuatu yang keluar dan sisa dari kerbau bule Kyai slamet juga dianggap sesuatu yang dianggap sama dengan apa yang dikeluarkan oleh seorang raja.
Setelah persepsi ada maka terwujudlah atribusi, dimana atribusi muncul karena adanya persepsi dan disebabkan oleh Locus of Causality Internal dan Locus of Control Eksternal. Locus of Causality Iternalnya adalah adanya emosional yang berlebihan untuk bertemu dengan Raja, dengan harapan menjadi lebih dekat dengan Tuhan sehingga segala Harapan akan terkabul dan Locus of Causality eksternalnya karena adanya birokrasi yang membatasi (susah dan rumit) untuk bertemu dengan seorang Raja.
Disebabkan oleh pengaruh-pengaruh tersebut maka terbentuklah perilaku atribusi yakni: Bertemu dengan binatang kesayangan Raja; Berusaha mendapatkan Bagian dari Kerbau Bule Kyai Slamet yakni sisa minuman dan makanan serta Feces kerbau bule Kyai Slamet. Feces digunakan sebagai azimat sebagai pembawa keberkahan.
Akibat munculnya perilaku atribusi tersebut, maka dalam masyarakat melakukan diffusi (penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain, dari masyarakat satu ke masyarakat lain), sehingga dari sinilah muncul pergeseran nilai budaya. Pergeseran nilai budaya tersebut antara lain, masyarakat lebih menghormati kerbau Kyai Slamet daripada sang Raja. Karena kerbau Kyai Slamet lebih dapat memberikan keberkahan dan keselamatan daripada seorang Raja.

KESIMPULAN
Pertama, latar belakang subjek mengikuti kirab malam Satu Sura dapat dilihat dari: 1) Pengetahuan subjek tentang kirab malam Satu Sura, bahwa kirab malam Satu Sura merupakan manifestasi perilaku permohonan keselamatan untuk bangsa negara, tujuan dari Kirab malam Satu Sura yakni suatu wujud menahan diri (prihatin) demi terwujudnya keinginan antara lain keselamatan untuk diri sendiri, lingkungan sekitar dan keselamatan untuk negara. 2) Pandangan subjek tentang ngalap berkah, bahwa ngalap berkah Kyai Slamet merupakan bentuk permohonan kepada Tuhan agar diberi rezeki dan keselamatan dengan perantara Kerbau bule Kyai Slamet. Kerbau bule Kyai Slamet yang dianggap binatang yang sakral dan dikeramatkan.
Kedua, faktor eksternal pendorong subjek mengikuti ritual malam Satu Sura antara lain: 1) Pengaruh keluarga yang kental akan budaya Jawa, sehingga subjek mengalami pendidikan rilaku awal dengan tuntunan budaya Jawa. 2) Pengaruh dari interaksi lingkungan pergaulan, yakni subjek melakukan modelling dengan teman sebaya (peer group). 3) Pengaruh adat istiadat atau budaya lingkungan.
Ketiga, faktor Internal subjek melakukan ritual ngalap berkah Kyai Slamet adalah: 1) Adanya keinginan merasakan pengalaman yang sama dengan orang lain, yang telah merasakan efek positif (bertambahnya rezeki dan diberi keselamatan dalam hidup) 2) Adanya keinginan untuk Manunggaling Kawula lan Gusti, yakni berharap menjadi satu kesatuan yang harmoni antara subjek (Kawula) dengan Tuhan (Gusti), sehingga segala permohonan diinginkan akan dikabulkan.
Keempat, manfaat yang didapatkan subjek setelah melakukan ritual malam Satu Sura adalah subjek merasa aman dan tentram, karena beranggapan dengan memiliki feces dari kerbau bule Kyai Slamet akan diberi keselamatan pada diri individu ataupun keluarga. Manfaat lain yang muncul yakni subjek akan diberikan tambahan rezeki setelah memperoleh feces kerbau bule Kyai Slamet.
Kelima, fenomenologi munculnya perilaku ngalap berkah Kyai Slamet, merupakan hasil dari suatu persepsi masyarakat yang kemudian diwujudkan dalam perilaku atribusi. Persepsi yang muncul adalah: 1) Raja adalah orang yang Luar Biasa. 2) Raja merupakan orang yang paling dekat dengan Dewa (Tuhan). 3) Keinginan Manunggaling Kawula Lan Gusti (Menjadi satu dengan Tuhan / dekat dengan Tuhan). 4) Semakin dekat dengan Raja maka dekat pula dengan Tuhan. 5) Kerbau bule yang disimbolkan dengan Raja, maka sesuatu yang keluar dan sisa dari kerbau bule Kyai slamet juga dianggap sesuatu yang dianggap sama dengan apa yang dikeluarkan oleh seorang raja.
Setelah persepsi ada maka timbulah perilaku atribusi, selain persepsi terjdinya perilaku atribusi juga disebabkan karena adanya Locus of Causality Internal dan Locus of Causality Eksternal. Locus of Causality Iternalnya adalah adanya emosional yang berlebihan untuk bertemu dengan Raja, dengan harapan menjadi lebih dekat dengan Tuhan sehingga segala Harapan akan terkabul dan Locus of Causality eksternalnya karena adanya birokrasi yang membatasi (susah dan rumit) untuk bertemu dengan seorang Raja. Perilaku atribusi yang muncul yakni: 1) Bertemu dengan binatang kesayangan 2) Berusaha mendapatkan Bagian dari Kerbau Bule Kyai Slamet 3) Feces digunakan sebagai azimat keberuntungan.
Keenam, fenomena perilaku yang dilakukan subjek ketika melakukan ritual ketika kirab malam Satu Sura antara lain 1) Berjalan mengelilingi pura Mangkunegara selama 7 kali, dengan syarat tanpa berbicara dan tidak memakai alas kaki. 2) Mengikuti kirab arak-arakan kerbau bule dari keraton Surakarta sampai alun-alun selatan surakarta, dengan syarat tidak memakai baju merah, tidak berbicara, tidak boleh merokok dan tidak menggunakan alas kaki. Fenomena perilaku ketika melakukan serangkaian ngalap berkah Kyai Slamet adalah 1) Berebut feces Kerbau bule Kyai slamet, ketika sang kerbau mengeluarkan fecesnya selama kirab berlangsung. 2) Mencampurkan feces dengan air kemudian disiramkan pada persawahannya. 3) Membuat azimat, yakni dengan membungkus sebagian kecil dari feces kerbau bule Kyai Slamet dengan selembar kain mori yang diletakkan di dalam tempat penyimpanan uang, ditaruh di atas atap, dan di tanam di depan rumah.
Adapun tujuan awal dari kirab malam Satu Sura adalah suatu wujud permohonan kepada Tuhan, agar diberi keselamatan kepada bangsa dan negara. Selain itu juga kirab malam Satu Sura merupakan wujud manifestasi Prihatin (Menahan diri), yakni introspeksi diri akan kesalahan yang telah dilakukan (bertaubat) dengan tujuan agar Tuhan mengabulkan segala permohonannya.
Kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh subjek saat mengikuti ritual ngalap berkah Kyai Slamet, 1) kepercayaan Fetihisme, yaitu kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu (Azimat). 2) Prae-animisme / Dynamisme, yaitu kepecayaan pada kekuatan ghaib atau sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa. 3) Totenisme, yaitu bentuk kepercayaan yang dianut kelompok kekerabatan yang unilinieal. Disini kepercayaan dimana mereka percaya bahwa nenek moyangnya saling behubungan kerabat. Totem adalah lambang yang sejenis binatang, tumbuhan, gejala alam, atau benda yang melambangkan nenek moyangnya tersebut.